“OROK” MENES DAN CIRI
KHASNYA
Menes
adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Pandeglang, Banten, Indonesia. Menes
terkenal dengan kota santrinya, karena kecamatan ini memiliki madrasah besar,
dan pondok pesantren salafiyyah. Di Menes terdapat 6 Madrasah yang dimiliki
oleh berbagai organisasi keagamaan di Indonesia, diantaranya:
1. Mathla’ul
Anwar Pusat yang berdiri megah di prapatan Cimanying, Desa Menes.
2. Mathla’ul
Anwar Linahdatil Ulama yang bertempat di alin-alun timur, Desa Purwaraja.
3. Nurul
Amal Pusat bertempat disamping Masjid Kadu Bangkong, Desa Purwaraja.
4. Anwarul
Hidayah Pusat yang bertempat di kp.Ciputri, Desa Alaswangi.
5. Ahlussunah
Waljama’ah di Cimanying, Desa Menes.
6. Muhammadiyah
di Kp.Kadulogak, Desa Purwaraja.
A.
Sejarah
Menes
Dari beberapa literature, terdapat dua peristiwa
masa lalu yang mempopulerkan wilayah tersebut menjadi Menes. Yang pertama pada
tahun 1525/1526 diwilayah tersebut bermukim seorang pedagang rempah-rempah
berkebangsaan portugis yang bernama Don Jorge Meneses atau DeMenes. Kemudian
yang kedua, kata “Menes” berarti pula tempat atau sebuah pasar untuk
bertransaksi hasil perkebunan. Ditempat tersebut terdapat gudang-gudang
penampungan rempah-rempah sebelum diangkut ke pelabuhan ekspor. Tempat tersebut
disebut blok Menes. (Ahmad Hufad dalam Bukunya: identitas kekerabatan orang
Banten).
Tapi masih dalam buku yang sama, menurut pandangan
beberapa tokoh di Menes, bahwa kata Menes bukan kata atau bahasa local, yakni
Mones yang berarti aneh atau keanehan. Biasanya kata Mones dirangkai dengan
awal ‘KA’ dan akhirnya ‘AN’ sehingga menjadi Kamonesan yang mempunyai arti
keanehan, pepandaian, dan keajaiban yang cenderung bermakna khas dan unik.
Pendapat tersebut didasarkan dua alasan utama. Pertama karakter orang Menes
sangat anti terhadap penjajah orang Eropa, sehingga sangat kuat
kecenderungannya untuk menolak pemakaian unsur bahasa penjajah yang membawa nama identitas komunitasnya. Kedua,
kuatnya pengaruh ajaran islam terhadap tradisi dan norma hidup alam masyarakat
Menes yang mengakar kuat dengan tradisi leluhur, terutama dalam era kesultanan
sunda islam Banten. Sehingga kata menes diyakinin sebagai istilah local yang
terkait dengan mitos kejayaan leluhurnya yang aneh, ajaib, khas dan unik.
B.
Identitas
diri “Orok” Menes
Ungkapan ‘orok’
menes mah suka makan sambel mungkin sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat
banten. Bahkan ada istilah-istilah lain yang kemudian menjadi sebuah frasa
local yang menjadi ungkapan sehari-hari masyarakatnya; semisal kiceup Menes dan singset Kananga. Secara bahasa kiceup Menes memiliki arti kedipan
orang Menes. Dari beberapa sumber lisan, istilah tersebut muncul akibat kedipan
gadis-gadis menes yang terkenal cantiknya sejak dulu yang membuat pemuda yang
melihatnya mabuk kepayang. Sedangkan singset
kenanga, muncul dari sebuah desa yang bernama Kananga-secara administrative
masuk dalam Kecamatan Menes- mempunyai arti rok yang ditarik keatas sedikit
saat melintas jalan becek hingga terlihat putihnya betis gadis-kadis Kananga
yang memakainya.
‘Orok’ Menes berarti orang Menes atau seseorang yang
berasal dari Kecamatan Menes atau bahkan Kecamatan lain yang dahulunya masuk ke
Kewadanaan Menes. Walaupun saat dikecamatan Menes, ‘orok’ Menes akan mengerucut
pada seseorang yang berasal dari sebuah kampong yang bernama Kampung Menes.
Ungkapan-ungkapan local seperti itu memang sangat
menarik untuk ditelisik lebih jauh. Tetapi, akar kata ‘Menes’ dan asal muasal
‘orok’ Menes, seringkali menjadi bagian yang terlupakan. Untuk dinikmati akar
sejarahnya.
Secara garis besar keturunan orang Banten terdiri
dari 3 kelompok besar. Yaitu: (1) garis keturunan Banten daerah putih yang
tesebar di utara dan selatan; (2) garis eturunan dadri Prabu Brawijaya alias
Rd.Alit, yang sebagian besar bermukim didaerah selatan; (3) garis keturunan
percampuran asal kudus yang bermukin disepanjang pantai utara antara
Karangantu-Pontang. (ahmad Hufad:hal141)
Kelompok darah putih merupakan trah yang berwarna
dari perkawinan Nilaras Santang (Putri Sibaduga Prabu Siliwangi) dengan
kholifah dari Arab yang melahirkan Maulana Mahdum Ibrohim (Syafir
Hidayatullah). Syafir Hidayatullah ini kemudian memiliki 3 orang istri, dan
memiliki 10 orang keturunan. Dari istri perama ni Gede Agung Anten (Ni Gede
Kawung Anten) inilah lahir sebakingking atau Hasanudin (sultan pertama Banten).
Kemudian dari istri kedua putri Bintara lahir pangeran Muhamad Asih yang kelak
menurunkan 3 orang sultan di Cirebon. Sedangkan dari istri ketiga Ampean,
keturunannya yaitu Tubagus Syarif Husen.
Sedangkan keturunan Brawijaya atau Rd.Alit berawal
dari Arya Bali, Arya Taba, dalam Walihakim, Tjili dalem, Kiyai Sarfiyah, dan
Tumenggung Wanasaba. Prabu brawijaya memiliki 7 orang putera, yaitu: Rd.Gugur,
Rd.Djarah Panoli, Rd.Lembu Petang, Rd.Bondan Kadjawan, Rd.Aciya Damar,
Rd.Tarub, dan Rd.Fattah.
Rd.Jamparing atau Rd.Rangga Wiranegara atau Rd.Entol
Rangga Mawaspati, sebagai moyang yang dibanggakan orang Menes, merupakan
keturunan keenam dari Prabu Brawijaya. Ia merupakan keturunan dari Rd.Andang
terus ke Pangeran Pantjur, dan Rd.Gugur.
Dari penuturan diatas terlihat jelas bahwa ‘orok’
Menes adalah sebagai sebuah identitas tersendiri dan tidak bersilsilah sampai
ke sultan Hasanudin. Lalu bagaimana dengan gelar Entol yang tersandang pada
beberapa keluarga di Menes, ternyata hal gtersebut berkenaan dengan
kemonesan-kemonesa (kepandaian dan keanehan) yang diperlihatkan oleh
Rd.Jamparing saat berhadapan dengan sultan Banten. Karena Kemonesan-nya itu,
sultan memberikan gelar Entol didepan namanya.
C.
Peninggalan
Sejarah
·
peninggalan
Meghalitikum
·
peninggalan kesultanan
·
peninggalan zaman penjajah
Menes mempunyai banyak sejarah, banyak peninggalan
yang terdapat di Menes dari zaman meghalitikum yang disebut situs batu go’ong
citaman, situs batu tulis muruy situs alaswangi dan lainnya, sedangkan pada
zaman kesultanan banyak terdapat mesjid-mesjid yang dibuat pada zaman itu yang
usianya ratusan tahun, di Menes banyak pondok pesantren salafiyah yang masih
mengakar, hamper disetiap desa terdapat pondok pesantren salafiyah. Bentuk
peninggalan zaman belanda adalah Kawadanan yang berdiri megah pusat kota yang
sekarang dijadikan sebagai kantor kecamatan. Tangsi atau Kantor kepolisian yang
sudah pugar, stasiun kereta api dikampung Benteng, dan masih banyak peninggalan
lainnya.
D.
Batas
Wilayah Kecamatan Menes
Batas wilayah Kecamatan Menes:
§ Sebelah
Utara: Kecamatan Jiput dan Kecamatan Pulausari
§ Sebelah
Timur: Kecamatan Cisata
§ Sebelah
Barat: Kecamatan Cikedal
§ Sebelah
Selatan: Kecamatan Cisata
E.
Pendapatan
Penduduk
Penduduk Menes rata-rata adalah Pegawai Negeri
Sipil, petani dan Wiraswast. Salah satu produk unggulan Menes adalah:
1) Emping
Melinjo yang terbuat dari buah tangkil (Gnetum gnemon). Dikecamatan ini
terdapat APE (Asosiasi pengrajin Emping). Menes memang ditetapkan sebagai
kawasan agropolitan oleh pemerintah daerah dengan penghasilan utama emping
melinjo. Disini anda akan disuguhi beragam emping dan rupa-rupa rasa yang khas
asli olahan tradisional. Emping yang sudah menjadi kebanggaan sekaligus ikon
masyarakat pandeglang itu dihasilkan berkat tangan-tangan trampil para penduduk
Menes.tak heran bila kemudian Emping produksi mereka disebut dengan nama emping
Menes. Emping hasil olahan ini memiliki citarasa yang sangat menggoda. Inilah
yang membedakan emping menes dengan emping di Tanah Air.
Pengrajin emping
yang sedang membuat emping melinjo dengan menggunakan alat-alat yang masih
tradisional.
Emping yang
sudah jadi, dijemur terlebih dahulu, lalu digoreng.
Emping
dengan berbagai macam rasa siap dipasarkan.
2) Kue
balok yang terbuat dari ubi batang (singkong) yang memiliki rasa yang sangat
khas, singkong banyak ditanam dimenes dengan populasi ubi jalar 2283 ton
pertahunnya yang ditanam diatas 233 Ha.
F.
Pendidikan
Rata-rata
penduduk Menes berpendidikan sampai SMA dan Perguruan Tinggi, di Menes sendiri
terdapat berbagai lembeaga pendidikan dari kober (TK), SD, sampai Perguruan
Tinggi.
Terimakasih....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar