Aliran Reaslisme Dalam Filsafat Pendidikan
Aliran Reaslisme Dalam
Filsafat Pendidikan
Aliran Realisme adalah
aliran filsafat yang memandang realitas sebagai dualitas. Aliran realisme memandang
dunia ini mempunyai hakikat realitas yang terdiri dari dunia fisik dan dunia
rohani. Hal ini berbeda dengan filsafat aliran idealisme yang
bersifat monistis yang memandang hakikat dunia pada dunia spiritual semata. Dan
juga berbeda dari aliran materialisme yang memandang hakikat kenyataan adalah
kenyatan yang bersifat fisik semata.
A. Pendahuluan
Realisme membagi realistas
menjadi dua bagian yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan
yang kedua adanya realita di luar manusia yang dapat dijadikan objek
pengetahuan manusia.
Kneller
(1971) membagi Realisme menjadi dua bentuk, yaitu yaitu rational
realism ( Realisme Rasional) dan Natural realism (Realisme
Naturalis). Menurut aliran realisme, pendidikan merupakan suatu proses untuk
meningkatkan diri guna mencapai yang abadi.
B. Implikasi
Aliran realisme dalam Pendidikan
1. Tujuan
pendidikan
Menurut
realisme Pendidikan merupakan suatu proses untuk meningkatkan diri guna
mencapai yang sesuatu yang abadi, dan juga penyesuaian hidup dan tanggung
jawab sosial.
Menurut
Realisme klasik, tujuan pendidikan adalah agar anak menjadi manusia
bijaksana, yaitu seorang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
lingkungan fisik dan sosial.
Tujuan
pendidikan menurut Realisme religius adalah mendorong siswa memiliki
keseimbangan intelektual yang baik, bukan semata-mata penyesuaian terhadap
fisik dan sosial saja, namun mempersiapkan individu untuk dunia dan akhiat.
Menurut Christian
religious realist, tujuan utama pendidikan moral adalah untuk
keselamatan jiwa. Anak harus mampu belajar menjaga hati dalam dirinya dan
menjauhi dosa. Tuhan akan menawarkan keselmatan bagi makhluknya, dan makhluknya
harus bisa menentukan apakah akan menerima atau tidak tawaran tersebut. Hal ini
akan menyebabkan kebiasan dalam membuat keputusan yang benar.
2. Kurikulum
Kurikulum
dikembangkan secara komprehensif mencakup semua pengetahuan yang sains, sosial,
maupun muatan nilai-nilai. Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam
bentuk mata pelajaran karena memiliki kecenderungan berorientasi pada peserta
didik (subject centeed).
3. Kedudukan
siswa
Dalam
konteks realisme, peserta didik dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan yang
handal dan terpercaya. Dibutuhkan kedisiplinan sebagai metode mencapai esensi
dalam belajar. Disiplin mental dan moral dibutuhkan guna memperoleh hasil yang
baik.
Dalam
hal pelajaran, mampu menguasai pengetahuan yang handal, dan dapat dipercaya.
Dalam hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial untuk belajar. Disiplin
mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik.
4. Peranan
Guru
Guru
dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan, terampil dalam teknik mengajar, dan
dengan keras menuntut prestasi peserta didik menguasai bahan ajar yang
sumbernya pengetahuan realistis.
Guru
merupakan orang yang mewariskan kultur budaya. Dalam hal ini, bahwa yang yang
menentukan pokok persoalan (subject matter) atau pelajarn di kelas
adalah guru bukan murid. Guru harus mampu menguasai pengetahuan, terampil dalam
tenik mengajar, dan dengan teras menuntut prestasi dari siswa sehingga siswa
terpuasakan. Kepuasan personal siswa jauh lebih penting daripada hanya sekedar
menyapaikan materi.
Dasar
pendidikan adalah untuk melatih siswa dalam pengetahuan pelajaran; kepuasan
siswa hanya cara dalam sebuah strategi belajar yang bermanfaat.
5. Metode
belajar
tergantung dari pengalaman, baik langsung atau tidak langsung. Metode
penyampaian harus logis dan psikologis. Metode conditioning merupakan
metode utama bagi realisme sebagai pengikut behaviorisme.
DAFTAR PUSTAKA
Kneller, G.F. 1971. Introduction
To The Philosophy Of Education. New York: John Whiley & Sons
Tidak ada komentar:
Posting Komentar