Aliran-aliran filsafat pendidikan modern
Aliran-aliran
Filsafat Pendidikan Modern
A. Aliran
progressivisme
Progressivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa
kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan,
dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme Karena
aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas eksperimen, untuk menguji
suatu teori. Progressivisme dinamakan karena aliran ini menganggap lingkungan
hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian (Noor Syam, 1987: 228-229).
Tokoh-tokoh
Progressivisme antara lain :
1.
Wiliam James
2.
John Dewey
3.
Hans Vaihinger
4.
Ferdinant Schiller dan George Santayana
1.
Pandangan Ontologi
Ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang
kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah
perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup berkembang, jika
ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Jelaslah, bahwa
selain kemajuan atau progres, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian
yang cukup dari progresivisme. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme,
ide-ide, teori-teori atau cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal yang
ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau
maksud-maksud yang lainnya. di samping itu manusia harus dapat memfungsikan
jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan dan yang silih
berganti.
2.
Pandangan Epistemologi
Progresivisme mengadakan pembedaan antara pengetahuan dan kebenaran.
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kebiasaan yang
terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman.
Pengetahuan harus sesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam
lingkungan. Sedangkan kebenaran adalah kemampuan suatu ide dalam memecahkan
masalah.
3.
Pandangan Aksiologi
Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, sehingga memungkinkan adanya
relevansi seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan. Bahasa adalah sarana
ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari
individu-individu (Barnadib, 1987: 31. 12). Nilai itu benar atau salah, baik
atau buruk dapat dikatakan ada apabila menunjukkan kecocokan dengan hasil
pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
4.
Progressivisme dalam Pendidikan
Progressivisme merupakan aliran filsafat yang terlahir di Amerika Serikat abad
ke-20. John S. Brubacher, mengatakan bahwa filsfat progressivisme bermuara pada
aliran filsafat pragmatisme yang dikenalkan oleh William James (1842-1910) dan
John Dewey (1859-1952), yang menitik beratkan pada segi manfaat bagi hidup
praktis.
Filsafat progressivisme sama dengan pragmatism karena dipengaruhi oleh ide-ide
dasar filsafat pragmatisma di mana telah memberikan konsep dasar dengan asas
yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive (mempertahankan
hidupnya) terhadap semua tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi
manfaatnya.
Filsafat progressivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak
absolutisme dan otoriterisme dalam segala bentuknya, nilai-nilai yang dianut
bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan, sebagaimana dikembangkan oleh
Imanuel Kant, salah seorang penyumbang pemikir pragmatisme-progressivisme yang
meletakkan dasar dengan penghormatan yang bebas atas martabat manusia dan
martabat pribadi (Zuhairini, 1991: 21). Dengan demkian filsafat progressivisme
menjunjung tinggi hak asasi individu dan menjunjung tinggi akan nilai
demokratis. Sehingga progressivisme dianggap sebagai The Liberal Road of
Culture (kebebasan mutlak untuk menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai
yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka (open
minded).
Filsafat progressivisme menuntut kepada penganutnya untuk selalu progress
(maju) bertindak secara konstruktif, novatif dan reformatif, aktif serta
dinamis. Filsafat progressivisme menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah
manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir (man’s natural powers). Di
sini tersirat bahwa intelegensi merupakan kemampuan problem solving dalam
segala situasi baru atau yang mengandung masalah.
Aliran filsafat progressivisme menempatkan manusia sebagai makhluk biologis
yang utuh dan menghormati harkat dan martabat manusia sebagai pelaku (subjek)
di dalam hidupnya.
Aliran filsafat progressivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia
pendidikan pada abad ke-20 ini di mana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan
dan kebebasan kepada anak didik. Filsafat progressivisme tidak menyetujui
pendidikan yang otoriter. Sebab pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas
para pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi
pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak
didik.
Filsafat progressivisme memandang tentang kebudayaan bahwa budaya sebagai hasil
budi manusia, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak beku,
melainkan selalu berkembang dan berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia
yang merupakan refleksi dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan
itu (Barnadib, 1992: 24).
Pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru
haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat
memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga
keluaran yang dihasilkan (anak didik) adalah manusia-manusia yang berkualitas
unggul, berkompetitif, inisiatif, adaptip dan kreatif sanggupmenjawab tantangan
zamannya.
Untuk itu sangat diperlukan kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau
kurikulum eksperimental, yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, di mana
apa yang telah diperoleh anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan
dalam kehidupan nyatanya. Dengan metode pendidikan “ Belajar Sambil Berbuat”
(Learning by doing) dan pemecahan masalah (Problem Solving) dengan
langkah-langkah menghadapi prolem, mengajukan hipotesa (Suwarto, 1992: 123).
Dengan berpijak dari pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat
progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus
maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
a.
Asas Belajar
Pandangan mengenai belajar, filsafat progressivisme mempunyai konsep bahwa anak
didik mempunyai akal dan kecerdasaan sebagai potensi yang merupakan suatu
kelebihan dibandingkan dengan mahluk lain. Kelebihan ini merupakan bekal untuk
menghadapi dan memecahkan problema-problemanya.
Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan proses
pendidikan tentulah berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik sebagai
manusia yang berkembang. John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses
dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maka dari itu dinding pemisah antara
sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup
disekolah saja.
Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Untuk itulah filsafat progressivisme
menghendaki isi pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau
learning by doing (Zuhairini, 1991: 24)
Perlu diketahui bahwa sekolah bukan hanya berfungsi sebagai transfer of
knowledge (pemindahan pengetahuan) akan tetapi sekolah juga berfungsi sebagai
transfer of value atau pemindahan nilai-nilai, sehingga anak menjadi terampil
dan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. John Locke (1632 – 1704)
mengemukakan, bahwa sekolah hendaknya ditujukan untuk kepentingan pendidikan
anak. Sekolah dan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kepentingan anak
(Suparlan 1984: 48). Kemudian Jean Jacques Rosseau (1712-1778), mengatakan anak
harus di didik sesuai dengan alamnya, jangan dipandang dari sudut orang dewasa.
Anak bukan miniatur orang dewasa, tetapi anak adalah anak dengan dengan
dunianya sendiri, yaitu berlainan sekali dengan alam orang dewasa (Ahmadi,
1992: 34-35).
Disamping
itu, anak didik harus diberi kemerdekaan dan kebebasan untuk bersikap dan
berbuat sesuai dengan cara dan kemampuannya masing-masing dalam upaya
meningkatkan kecerdasan dan daya kreasi anak.
John Dewey ingin mengubah hambatan dalam demokrasi pendidikan dengan jalan:
1.
Memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan.
2.
Memberi kesempatan murid untuk belajar melalui prngalaman.
3.
Memberi motivasi, dan bukan perintah. Ini berarti akan memberikan tujuan yang
dapat menjelaskan kea rah kegiatan belajar yang merupakan kebutuhan pokok anak
didik.
4.
Mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan belajar yang merupakan
kebutuhan pokok anak.
5.
Menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis.
Imam Barnadib dalam Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, mengemukakan:
progresivisme menghendaki pendidikan yang progersif. Tujuan pendidikan
hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus.
Dari uraian di atas, dapatlah diambil suatu konklusi asas
progressivisme dalam belajar bertitik tolak dari asumsi bahwa anak didik bukan
manusia kecil, tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk
berkembang, setiap anak didik berbeda kemampuannya, individu atau anak didik
adalah insan yang aktif kreatif dan dinamis dan anak didik punya motivasi
untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Pandangan
Kurikulum Progessivisme
Menurut
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, sekolah yang baik itu adalah sekolah
yang dapat member jaminan para siswanya selama belajar, maksudnya yaitu sekolah
harus mampu membantu dan menolong siswanya untuk tumbuh dan berkembang serta
member keleluasaan tempat untuk para siswanya dalam mengembangkan bakat dan
minatnya melalui bimbingan guru dan tanggung jawab kepala sekolah. Kurikulum
dikatakan baik apabila bersifat fleksibel dan eksperimental (pengalaman) dan
memiliki keuntungan-keuntungan diperiksa setiap saat (Iskandar & Usman,
1988: 68).
Pendidikan
dilaksanakan di sekolah dengan anggapan bahwa sekolah dipercaya oleh masyarakat
untuk membantu perkembangan pribadi anak. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan
dibentuk sesuai dengan zamannya. Karena itu kurikulum harus dapat mewadahi
aspirasi anak, orang tua serta masyarakat. Maka kurikulum yang edukatif dan
eksperimental dapat memenuhi tuntutan itu. Sifat kurikulumnya adalah kurukulum
yang dapat direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat
eksperimental atau tipe Core Curriculum.
Kurikulum
dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia
dalam hidupnya selalu berinteraksi didalam lingkungan yang komplek. Dengan
adanya mata pelajaran yang terintergrasi dalam unit, diharapkan anak dapat
berkembang secara fisik maupun dan dapat menjangkau aspek kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
Metode
problem solving dan metode proyek telah dirintis oleh John Dewey (1859-1951)
dan dikembangkan oleh W.H Kilpatrick. John Dewey telah mengemukakan dan
memerapkan metode problem solving kedalam proses pendidikan, melakukan
pembaharuan atau inovasi dari bentuk pengajaran tradisional dimana adanya
verrbalisme pendidikan.
Pengajaran
program unit akan meniadakan batas-batas antara pelajaran yang satu dengan
pelajaran yang lain dan akan lebih menumpuk semangat demokrasi pendidikan
(Suparlan, 1988: 143).
W.H
Kilpatrick dalam Arifien (1987:93) mengatakan, suatu kurikulum yang dianggap
baik didasarkan atas tiga prinsip:
1.
Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang.
2.
Menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam duatu kehidupan
yang bulat dan menyeluruh.
3.
Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai uji coba atas keberhasilan
sekolah sehingga anak didik dapat berkembang dalam kemampuannya yang aktual
untuk aktif memikirkan hal-hal baru yang baik untuk diamalkan, dan dalam hal
ini apa saja yang ingin berbuat serta kecakapan efektif untuk mengamalkan
secara bijaksana melaui pertimbangan yang matang.
c.
Pandangan Progressivisme Tentang Budaya
Filsafat progressivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu merubah dan
membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
kultural dan tantangan zaman ,sekaligus menolong manusia menghadapi transisi
antara zaman tradisional untuk memasuki zaman modern (progresif).
Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan
kualitas hidup yang terus maju.Dengan sifatnya yang iddle curiousity (rasa
keingintahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa,cipta dan karsanya
telah dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna.
Filsafat progressivisme yang memiliki konsep manusia memiliki
kemampuan-kemampuan yang dapat memecahkan problematika hidupnya,telah
mempengaruhi pendidikan,di mana dengan pembaharuan-pembaharuan pendidikan telah
dapat mempengaruhi manusia untuk maju (progress).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar