- [INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan 2015
- kearifan lokal (“OROK” MENES DAN CIRI KHASNYA)
- JURNAL (KAJIAN ONTOLOGIS MATEMATIKA DALAM SARANA BERFIKIR)
- UTS Filsafat Ilmu Pendidikan
- Laporan diskusi kelompok 3
- Banten Girang
- FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN
- SITUS CIBEDUG
- MENGENAL SUKU BADUY
- Teori Para Ahli tentang Akhir Dunia
- Cabang Ilmu Filsafat
- FILSAFAT MODERN
- BIOGRAFI SYEKH SITI JENAR
- KONTROVERSI AJARAN SYEKH SITI JENAR
- Filsafat Hidup Rasulullah SAW
- Pemikiran Karl Marx Mengenai Filsafat Sejarah
- Tokoh-tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya
- 10 jenis aliran Filsafat yang mengubah pola pikir manusia
- Konspirasi Tingkat Tinggi Dibalik Kematian John F.Kennedy
- KAJIAN ONTOLOGIS MATEMATIKA
- Kearifan Lokal Masyarakat Baduy
- Wisata Sejarah Banten: Upaya Mengais Kearifan Masa Lalu
- Jurnal PENGANTAR KE DALAM FILSAFAT MANUSIA
- METODE PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
- Estetika (Keindahan)
- PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK MASA DEPAN
- MENGENAL LEBIH JAUH KEPRIBADIAN MELALUI TULISAN TANGAN
- Ilmu Hitung Masyarakat Baduy
- Aliran-aliran filsafat pendidikan modern
- Kisah Syekh Maulana Mansyurudin
- TOKOH-TOKOH FILSAFAT PENDIDIKAN
- Tokoh Filsafat Pendidikan
- PRAGMATISME DALAM PENDIDIKAN
- Filsafat Pendidikan Pragmatisme
- Aliran Filsafat Pragmatisme
- Macam-Macam Filsafat yang Menembus Ruang dan Waktu
- Aliran-Aliran Filsafat Pendidikan
- Cabang-Cabang Filsafat
- Hubungan Matematika Dengan Filsafat
- Aliran Reaslisme Dalam Filsafat Pendidikan
- TEORI NILAI
- SARANA BERFIKIR ILMIAH
- PERAN LOGILA DALAM BERFILSAFAT
- TIGA DOMAIN KAJIAN FILSAFAT ILMU
- EKSISTENSIALISME
- MAKALAH FILSAFAT HIDUP
- KAJIAN TEMATIK FILSAFAT
- FILSAFAT HIDUP
- SEJARAH FILSAFAT BERDASARKAN KURUN WAKTU
- SEJARAH FILSAFAT IMMANUEL KANT
keindahan adalah kecantikan yang terpancar
Selasa, 08 Desember 2015
[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan 2015
Banten Girang
BANTEN GIRANG
Banten Girang adalah suatu tempat
di desa Sempu, kota Serang. Letaknya sekitar 10 km di sebelah selatan
pelabuhan Banten sekarang, di pinggiran kota Serang. Di tempat tersebut terdapat suatu situs
purbakala, peninggalan kerajaan Sunda yang
pernah ada antara tahun 932 dan 1030 Masehi. Di Museum Nasional
Indonesia di Jakarta terdapat sejumlah arca yang disebut "arca Caringin" karena pernah menjadi hiasan kebun
asisten-resisten Belanda di tempat tersebut. Arca tersebut dilaporkan ditemukan
di Cipanas, dekat kawah Gunung Pulosari,
dan terdiri dari satu dasar patung dan 5 arca berupa Shiwa
Mahadewa, Durga, Batara Guru, Ganesha dan Brahma. Coraknya mirip corak patung Jawa Tengah
dari awal abad ke-10. Oleh karena itu, Gunung Pulosari dikaitkan dengan Banten
Girang dan diperkirakan merupakan tempat kramat kerajaan Sunda. Menurut Sajarah
Banten, sesampai di Banten Girang, Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanuddin, mengunjungi Gunung Pulosari yang saat
itu merupakan tempat kramat bagi kerajaan. Di sana, Gunung Jati menjadi
pemimpin agama masyarakat setempat, yang masuk Islam. Baru setelah itu Gunung
Jati menaklukkan Banteng Girang secara militer. Kemudian dia menjadi raja
dengan restu raja Demak. Dengan kata
lain, Gunung Jati bukan mendirikan kerajaan baru, tapi merebut tahta dari
kerajaan yang sudah ada, yaitu Banten Girang.
Tahun 1526
kerajaan Demak merebut pelabuhan Banten dan
Banten Girang, dibantu Gunung Jati, Hasanuddin dan Ki Jongjo. Hasanuddin naik
tahta, menggantikan raja yang dalam sumber Portugis dipanggil
"Sanghyang" dan baru meninggal. Peristiwa ini merupakan pendirian kerajaan Banten. Hasanuddin memindahkan pusat
kerajaan dari Banteng Girang ke pelabuhan Banten. Namun sampai akhir abad ke-17
Banten Girang masih dipakai sebagai tempat istirahat raja.
FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN
FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU
PENDIDIKAN
Pengantar
Dalam
Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III di Jakarta pada tahun 1981 Jujun
S. Suriasumantri mengatakan bahwa pendidikan kita memberikan mata pelajaran
secara terkotak-kotak tanpa adanya payung yang memperjelas keterkaitan antara
pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya (Kompas, 20 September 2007).
Pendapat tersebut terkandung maksud bahwa kenyataan mata pelajaran atau
pengetahuan yang diberikan dalam pendidikan kita masih tercerai berai sehingga
untuk menuju satu puncak tujuan pembelajaran yang utuh akan sangat sulit
dicapai.
Terdapat
pandangan yang sempit bahwa kegiatan keilmuan hanya berkutat sekitar matematika
dan statistika. Fungsi bahasa dan logika
verbal menjadi terpinggirkan, seakan-akan jauh dari kegiatan keilmuan.
Kesadaran akan adanya keterkaitan ini diharapkan menumbuhkan aspek afektif
terhadap pengetahuan yang dipelajari (Kompas, 20 September 2007). Berdasar itu
pulalah nampaknya usulan Jujun dalam KIPNAS III 1981 dikemukakan. Usulan tersebut
adalah “saya menyarankan agar diberikan filsafat ilmu kepada semua tingkat
pendidikan dengan tujuan untuk meningkatkan pendidikan moral keilmuan seiring
dan berkaitan dengan peningkatan kemampuan penalaran ilmiah” (Suriasumantri,
1986).
Sejak
usulan tersebut muncul hingga tahun 2007 sekarang ini, yang berarti sudah 26
tahun berlalu, usulan tinggal sebagai usulan tanpa ada tindakan nyata. Alhasil,
walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, dengan puluhan disiplin dan
ratusan teori ilmiah yang tercakup
di dalamnya, kita jarang mempergunakan pengetahuan ilmiah sebagai acuan dalam
kehidupan sehari-hari. Ilmu dianggap sebagai hapalan bukan sebagai pengetahuan
yang mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksikan gejala alam. Dalam
konteks ini, filsafat ilmu memperjelas eksistensi ilmu yang membutuhkan
pengetahuan lain sebagai sarana berpikir dan sarana komunikasi keilmuannya.
Sarana ini antara lain bahasa, logika, matematika, statistika, dan teknik
analisis data lainnya.
A.
Pengertian
Filsafat
Secara etimologis kata, filsafat berasal dari
bahasa Yunani philosophia dari kata “philos” berarti cinta atau “philia”
(persahabatan, tertarik kepada) dan “sophos” yang berarti kebijaksanaan,
pengetahuan, keterampilan, pengalaman. praktis, intelegensi) (Bagus, 1996).
Dalam bahasa Inggris adalah philosophy. Filsafat boleh dimaknakan ingin
mengerti dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan. Secara harfiah,
filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Hal ini menunjukkan bahwa manusia
tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala
sesuatu yang dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya. Filsafat adalah
pengetahuan yang dimiliki rasio yang menembus dasar-dasar terakhir dari segala
sesuatu. Filsafat menggumuli seluruh realitas, tetapi teristimewa eksistensi
dan tujuan manusia. (Bagus, 1996).
Kecintaan pada
kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk proses, artinya segala usaha
pemikiran selalu terarah untuk mencari kebenaran. Orang yang bijaksana selalu
menyampaikan suatu kebenaran sehingga bijaksana mengandung dua makna yaitu baik
dan benar. Sesuatu dikatakan baik apabila sesuatu itu berdimensi etika,
sedangkan benar adalah sesuatu yang berdimensi rasional, jadi sesuatu yang
bijaksana adalah sesuatu yang etis dan logis. Dengan demikian berfilsafat
berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan kebenaran,
berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir secara radikal
sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat mengandung
kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan berfikir berarti filsafat atau
berfilsafat. Sutan
Takdir Alisjahbana menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir,
dan hanya manusia yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat
(Alisyahbana, 1981).
Guna lebih memahami
mengenai makna filsafat, berikut ini akan dikemukakan definisi filsafat yang
dikemukakan oleh para filsuf:
1.
Plato salah seorang
murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 SM mengartikan filsafat sebagai
pengetahuan tentang segala yang ada, tidak ada batas antara filsafat dan ilmu
(Gazalba, 1992)
2.
Ristoteles
(382 – 322 SM) murid Plato, menurutnya, filsafat bersifat sebagai ilmu yang
umum sekali yaitu ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika (Suharsaputra, 2004) Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu
menyelidiki sebab dan asas segala benda (Gazalba, 1992).
3.
Cicero (106 – 43 SM).
Filsafat adalah induk segala ilmu dunia. Filsafatlah yang menggerakkan, yang
melahirkan berbagai ilmu karena filsafat memacu para ahli mengadakan penelitian
(Gazalba, 1992).
4.
Al Farabi (870 – 950 M)
adalah seorang Filsuf Muslim yang mendefinisikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya yang sebenarnya.
(Suharsaputra, 2004)
5.
Immanuel Kant (1724 –
1804) mendefinisikan filsafat
sebagai ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan yaitu :
a.
Metafisika (apa yang
dapat kita ketahui).
b.
Etika (apa yang boleh
kita kerjakan).
c.
Agama (sampai dimanakah
pengharapan kita)
d.
d. Antropologi (apakah
yang dinamakan manusia). (Suharsaputra, 2004)
6.
H.C Webb dalam bukunya
History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat mengandung pengertian
penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang khusus dan tertentu saja,
bahkan lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari dunia kita, maupun dari cara hidup yang
seharusnya kita selenggarakan di dunia ini. (Suharsaputra, 2004).
7.
Harold H. Titus dalam
bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan beberapa pengertian filsafat
yaitu :
a.
Philosophy is an
attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap terhadap kehidupan dan
alam semesta).
b.
Philosophy is a method
of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat adalah suatu metode
berfikir reflektif dan pengkajian secara rasional)
c.
Philosophy is a group
of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)
d.
Philosophy is a group
of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian sistem berfikir)
(Suharsaputra, 2004).
Dari beberapa
pengertian di atas nampak bahwa ada pokok-pokok definisi dari para ahli yang
menekankan pada:
1.
Subtansi, cakupan, dan
upaya pencapaian dari apa yang dipikirkan dalam berfilsafat.
2.
Upaya
penyelidikan tentang substansi yang baik sebagai suatu keharusan dalam hidup di
dunia.
3.
Dimensi-dimensi
filsafat dari mulai sikap, metode berfikir, substansi masalah, serta sistem
berfikir. Bila diperhatikan secara seksama, nampak pengertian-pengertian
tersebut lebih bersifat saling melengkapi, sehingga dapat dikatakan bahwa
berfilsafat berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya, dan untuk apanya.
Dalam konteks ciri-ciri berfikir filsafat, yang bila dikaitkan dengan
terminologi filsafat tercakup dalam ontologi (apanya), epistemologi
(bagaimananya), dan axiologi (untuk apanya).
B.
Pengertian
Ilmu
Van Peursen
mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga
definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut (Peursen,
1985). Dahulu seorang filsuf memiliki pengetahuan yang luas sehingga beberapa
ilmu dipahaminya karena pada waktu itu jumlah atau volume pengetahuan belum
sebanyak zaman kini. Sebagai contoh, Plato adalah filsuf yang mampu di bidang
politik kenegaraan, kosmologi, filsafat manusia, filsafat keindahan, dan juga
seorang pendidik. Aristoteles adalah filsuf yang ahli di dalam masalah
epistemologi, etika, dan ketuhanan. Plotinos bahkan ahli disemua cabang filsafat
kecuali filsafat politik.
Sejalan dengan
perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari induknya yaitu
filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/pemisahan hingga
spesifikasinya semakin terperinci bahkan satu cabang ilmu pada 23 tahun yang
lalu diperkirakan berkembang menjadi lebih dari 650 ranting disiplin ilmu.
(Suriasumantri, 1986). Bahkan ada semacam joke yang beredar di kalangan
kedokteran “nanti akan ada dokter spesialis bedah tulang jari kelingking
sebelah kiri”. Hal senada juga dikemukakan Jujun dalam suatu model dialog
berikut ini. “Saya adalah Dokter Polan, ahli burung betet betina,” demikian
dalam abad spesialisasi ini seorang memperkenalkan diri. Jadi tidak lagi ahli
zoologi, atau ahli burung, bukan juga ahli betet, melainkan khas betet betina.
“Ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung betet betina dengan burung betet
jantan!” “Burung betet jantan makan cacing betina sedangkan burung betet betina
makan cacing jantan...” “Bagaimana membedakan cacing jantan dengan cacing
betina?” “Wah, itu di luar profesi dan keahlian saya. Saudara harus bertanya
kepada seorang ahli cacing.” (Suriasumantri, 1986). Apakah ini suatu wacana
atau joke, sebenarnya dapat dianggap sebagai suatu tanda bahwa kelak dikemudian
hari perkembangan ilmu akan semakin luas bentangannya dan para peneliti akan
semakin leluasa memilih bidang kajiannya. Kalau diamati sampai pada era
mileneum ketiga ini tidak terhitung spesialisasi ilmu yang bermunculan di
perguruan tinggi yang dikaji oleh para peneliti, khususnya yang menempuh studi
magister, doktoral, dan spesialis.
Kini terbukti bahwa
Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan satu kesatuan kemudian menjadi
terpecah-pecah. Ilmu-ilmu cabang dengan metodologinya masing-masing
mengembangkan spesialisasinya sendiri-sendiri secara intens. Lepasnya ilmu
cabang dari “batang filsafatnya” diawali oleh ilmu-ilmu alam atau fisika
(Wibisono, 1997). Hal ini terjadi pada abad ke-17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa
sebelum abad ke-17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat.
Untuk memahami ilmu,
ada banyak definisi yang menuntun dan mengarahkan kepada pengertian yang jelas.
Secara etimologis “ilmu” merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Arab
„alima yang berarti tahu atau mengetahui (Gazalba, 1992), sementara itu secara
istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih (mengetahui sesuatu
secara hakiki). (Suharsaputra, 2004). Dalam bahasa Inggeris Ilmu dipadankan
dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa
Indonesia kata science berasal dari bahasa Latin dari kata Scio, Scire yang
berarti (mengetahui) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan
Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani adalah episteme. Untuk lebih
memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian
:
1.
Ilmu adalah pengetahuan
tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejalagejala tertentu dibidang
(pengetahuan) itu. (Depdikbud,1989)
2.
Aristoteles memandang
ilmu sebagai pengetahuan demonstratif tentang sebabsebab hal. (Bagus, 1996).
3.
Ilmu merupakan alat
untuk mewujudkan tujuan politis secara efektif dan alamiah. (Suriasumantri,
1986).
4.
Dalam beberapa kamus
berbahasa Inggris antara lain mendeskripsikan bahwa Science is knowledge
arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact
(An English Reader s Dictionary); Science is a systematized knowledge obtained
by study, observation, experiment” (Webster s Super New School and Office
Dictionary). (Suharsaputra, 2004).
5.
Uhar mengutip pendapat
dari tiga orang ilmuwan berikut ini. Science is the complete and consistent
description of facts and experience in the simplest possible term” (Karl
Pearson); Science is a sistematized knowledge derives from observation, study,
and experimentation carried on in order to determinethe nature or principles of
what being studied” (Ashley Montagu); Science is the system of man’s knowledge
on nature, society and thought. It reflect the world in concepts, categories
and laws, the correctness and truth of which are verified by practical
experience (V.Avanasyev). (Suharsaputra, 2004).
Selanjutnya dalam
kutipannya juga dikemukakan pendapat The Liang Gie yang menyatakan pengertian
ilmu dilihat dari ruang lingkupnya adalah sebagai berikut :
·
Ilmu merupakan sebuah
istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan ilmiah yang dipandang
sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu seumumnya;
·
Ilmu menunjuk pada
masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari pokok soal tertentu, ilmu
berarti cabang ilmu khusus.
Sedangkan jika dilihat
dari segi maknanya The Liang Gie mengemukakan tiga sudut pandang berkaitan
dengan pemaknaan ilmu/ilmu pengetahuan yaitu:
·
Ilmu sebagai
pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis, atau sebagai
kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal atau subject matter. Dengan
kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substantif
yang terkandung dalam ilmu.
·
Ilmu sebagai aktivitas,
artinya suatu aktivitas mempelajari sesuatu secara aktif, menggali, mencari,
mengejar atau menyelidiki sampai pengetahuan itu diperoleh. Jadi ilmu sebagai
aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan (inquiry),
usaha menemukan (attempt to find), atau pencarian (search).
6.
Ilmu sebagi metode,
artinya ilmu pada dasarnya adalah suatu metode untuk menangani masalah-masalah,
atau suatu kegiatan penelaahan atau proses penelitian yang mana ilmu itu
mengandung prosedur yakni
serangkaian cara dan langkah tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian
cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan dikenal sebagai metode.
(Suharsaputra, 2004).
Dari pengertian di atas
nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi bukan sembarang
pengetahuan melainkan pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun
secara sistematis, dan untuk mencapai hal itu diperlukan upaya mencari
penjelasan atau keterangan. Lebih jauh dengan memperhatikan
pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana diungkapkan di atas, dapatlah ditarik
beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
·
Ilmu adalah sejenis
pengetahuan
·
Tersusun atau disusun
secara sistematis
·
Sistimatisasi dilakukan
dengan menggunakan metode tertentu
·
Pemerolehannya
dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.
Dengan demikian sesuatu
yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu pengetahuan ilmiah bila
telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode berfikir yang jelas,
karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini merupakan akumulasi dari
pengalaman/pengetahuan manusia yang terus dipikirkan, disistimatisasikan, serta
diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin yang mempunyai kekhasan
dalam objeknya.
C.
Hubungan
Filsafat dengan Ilmu
Secara historis antara
ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya
mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran
manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara
tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya
melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih
memahami khazanah intelektual manusia.
Ada kesulitan untuk
menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat,
karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat,
disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal
sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan
pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat. Menurut Sidi Gazalba ada
dua tugas filsafat yang tidak ada pada ilmu yaitu : (1) Refleksi terhadap dunia menyeluruh,
khususnya terhadap makna, tujuan, dan nilai; (2) Menguji pengertianpengertian,
baik yang dipakai oleh ilmu atau oleh anggapan umum secara kritis. (Gazalba,
1992).
Adapun persamaan (lebih
tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya
menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap halhal tersebut baik filsafat maupun
ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat komitmen pada kebenaran,
disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik
tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis
dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan
klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukumhukum
atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman
secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum
dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan
sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi kehidupan
secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan
bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan
skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara
temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral, dan seni.
Perbedaan ilmu dan
filsafat secara jelas dapat diamati pada tabel berikut.
ILMU
|
FILSAFAT
|
mengkaji
bidang yang terbatas
|
mengkaji
pengalaman secara menyeluruh, bersifat inklusif
|
ilmu
lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya
|
bersifat
sintetis dan sinoptis
|
ilmu
menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra
|
pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta
khusus dengan skema masalah yang lebih luas
|
berupaya
untuk menemukan hukumhukum atas gejalagejala
|
mengkaji
hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral, dan seni
|
kebenarannya
sepanjang pengalaman
|
Kebenarannya
sepanjang pemikiran
|
Dengan memperhatikan
paparan tersebut nampak bahwa filsafat mempunyai batasan yang lebih luas dan
menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab
oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri
bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun
demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya
yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan
yang berbeda. Dengan demikian, ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan
dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah
yang tidak bisa dijawab oleh ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan
Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba.
Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau
eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan
penelitian. Pengetahuan filsafat: segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh
budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas
alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang diluar alam, yang
disebut oleh agama “Tuhan”. (Gazalba, 1992)
D.
Pengertian
Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi
katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat yang berkaitan dengan
atau tentang ilmu. Filsafat
ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini dikarenakan
ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik
khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud
dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan
memberi makna khusus tentang istilah tersebut. Para ahli telah banyak
mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut pandangnya
masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna pemahaman
yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan beberapa
definisi filsafat ilmu:
·
The philosophy of
science is a part of philosophy which attempts to do for science what
philosophy in general does for the whole of human experience (Peter Caws)
·
The philosophy of
science attemt, first, to elucidate the elements involved in the process of
scientific inquiry-observational procedures, patterns of argument, methods of
representation and calculation, metaphysical presupposition, and so on, and
then to evaluate the grounds of their validity from the points of view of
formal logic, practical methodology anf metaphysics (Steven R. Toulmin).
·
Philosophy of science
questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to
determine the value and significance of scientific enterprise as a whole (L.
White Beck)
·
Philosophy of science..
that philosophic discipline which is the systematic study of the nature of
science, especially of its methods, its concepts and presupposition, and its
place in the general scheme of intelectual discipline (A.C. Benyamin)
·
Philosophy of science..
the study of the inner logic of scientific theories, and the relations between
experiment and theory, i.e of scientific method (Michael V. Berry).
(Suharsaputra, 2004).
Pengertian-pengertian
di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa ahli tentang makna filsafat
ilmu. Peter Caws memberikan makna filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat
yang kegiatannya menelaah ilmu dalam konteks keseluruhan pengalaman manusia,
Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan
untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah,
penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna menilai dasar-dasar
validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis serta
metafisika. Sementara
itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap
metode ilmiah untuk dapat dipahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan,
masalah kajian atas metode ilmiah juga dikemukakan oleh Michael V. Berry
setelah mengungkapkan dua kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta
hubungan antara teori dan eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang memasukan
masalah metodologi dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri
dalam konstelasi umum disiplin intelektual (keilmuan).
Filsafat ilmu
(philosophy of science) adalah pemikiran reflektif terhadap persoalanpersoalan
mengenai sifat dasar landasanlandasan ilmu yang mencakup konsep-konsep pangkal,
anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan, struktur-struktur teoritis, dan
ukuranukuran kebenaran ilmu. (The Liang Gie, 1978). Pengertian ini sangat umum
dan cakupannya luas, hal yang penting untuk dipahami adalah bahwa filsafat ilmu
itu merupakan telaah kefilsafatan terhadap hal-hal yang berkaitan/ menyangkut
ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa
istilah dalam pustaka yang dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti: Theory of
science, meta science, methodology, dan science of science, semua istilah
tersebut nampaknya menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun
semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu. Meskipun filsafat
ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia merupakan bidang pengetahuan
campuran yang perkembangannya tergantung pada hubungan timbal balik dan saling
pengaruh antara filsafat dan ilmu. Oleh karena itu pemahaman bidang filsafat
dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama hubungannya yang bersifat
timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi
disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya.
(The Liang Gie, 1978).
Sementara itu Gahral
Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang mencoba
mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan cara pemerolehannya.
Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar/radikal
terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang menyebabkan sesuatu
disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu dengan pengetahuan biasa, dan bagaimana
cara pemerolehan ilmu, pertanyaan-pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk
membongkar serta mengkaji asumsi-asumsi ilmu yang biasanya diterima begitu saja
(taken for granted). Dengan demikian filsafat ilmu merupakan jawaban filsafat
atas pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan upaya penjelasan dan
penelaahan secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan ilmu. (Suharsaputra,
2004).
Spesifikasi dan
kemandirian ilmu yang dihadapkan dengan semakin banyaknya masalah kehidupan
yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk
menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal
atas masalah tersebut, sementara ilmu terus mengembangakan dirinya dalam
batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses atau
interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian filsafat ilmu, oleh
karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang
pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada
filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam
secara dangkal.
E.
Manfaat
Mempelajari Filsafat
Ilmu Filsafat ilmu
berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat ilmu yang mempunyai
banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang padu mengenai
berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu sendiri, dan yang cenderung
terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk:
1.
Melatih berfikir
radikal tentang hakekat ilmu
2.
Melatih berfikir reflektif
di dalam lingkup ilmu
3.
Menghindarkan diri dari
memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa ilmu sebagai satu-satunya
cara memperoleh kebenaran
4.
Menghindarkan diri dari
egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut pandang lain di luar bidang
ilmunya.
Dengan demikian
eksistensi ilmu mestinya tidak dipandang sebagai sesuatu yang sudah final, dia
perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya tapi untuk memposisikan
secara tepat dalam batas wilayahnya. Hal inipun dapat membantu terhindar dari
memutlakan ilmu dan menganggap ilmu dan kebenaran ilmiah sebagai satu-satunya
kebenaran, disamping perlu terus diupayakan untuk melihat ilmu secara integral bergandengan
dengan dimensi dan bidang lain yang hidup dan berkembang dalam membentuk
peradaban manusia.
Dalam hubungan ini
filsafat ilmu akan membukakan wawasan tentang bagaimana sebenarnya substansi
ilmu itu. Hal ini karena filsafat ilmu merupakan pengkajian lanjutan dan
refleksi atas ilmu dengan demikian ia merupakan syarat mutlak untuk menentang
bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berainya ilmu. Disamping itu untuk
menjaga keseimbangan pertumbuhan ilmu-ilmu yang ada, melalui pemahaman tentang
asas-asas, latar belakang serta hubungan yang dimiliki/dilaksanakan oleh suatu
kegiatan ilmiah.
F.
Filsafat
Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan
Ruang lingkup bidang
kajian filsafat ilmu mengalami perkembangan secara terus menerus, hal ini tidak
terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu yang makin intens. Bidang
kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun berkembang dan diantara para
ahli terlihat perbedaan dalam menentukan lingkup kajian filsafat ilmu, meskipun
bidang kajian induknya cenderung sama. Perbedaannya lebih terlihat dalam
perincian topik telaahan. Berikut ini beberapa pendapat ahli tentang lingkup
kajian filsafat ilmu:
1.
Edward Madden
menyatakan bahwa lingkup/ bidang kajian filsafat ilmu adalah :
a.
Probabilitas
b.
Induksi
c.
Hipotesis
2.
Ernest Nagel :
a.
Logical pattern
exhibited by explanation in the sciences
b.
Construction of
scientific concepts
c.
Validation of
scientific conclusions
3.
Scheffer :
a.
The role of science in
society
b.
The world pictured by
science
c.
The foundations of
science (Suriasumantri, 1996)
Dari tiga pendapat
tersebut nampak bahwa semua itu lebih bersifat menambah terhadap lingkup kajian
filsafat ilmu. Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu.
(Suriasumantri, 1996).
Dalam ilmu pendidikan,
filsafat ilmu menempati posisi secara analog dengan ilmu pengetahuan yang lain
dengan mengajukan permasalahan dalam bentuk pertanyaan. Pada dasarnya filsafat
ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan objek apa yang ditelaah oleh ilmu
(ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu (epistemologi), dan bagaimana
manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu lingkup induk telaahan filsafat ilmu
adalah:
1.
Ontologi
2.
Epistemologi
3.
Axiologi
Memanfaatkan filsafat
ilmu sebagai titik tolak membuat kita bisa menjelajah berbagai filsafat
pengetahuan lainnya termasuk di dalamnya filsafat ilmu pendidikan. Filsafat di
sini merupakan pengetahuan tentang hakikat. Substansi dari hakikat adalah
paradigma dasar dari pengetahuan. Paradigma diartikan sebagai cara memandang
sesuatu. Dalam ilmu pengetahuan dimaknai sebagai model, pola, ideal. Dari
model-model ini fenomen yang dipandang dijelaskan. Juga diartikan sebagai dasar
untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem
riset. (Bagus 1996).
Terkait dengan peranan
filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu pendidikan maka tidak lepas
dari induk telaahannya yaitu ontologi. Ontologi berkaitan tentang apa obyek
yang ditelaah ilmu pendidikan, dalam kajian ini mencakup masalah realitas
pendidikan dan kenampakannya (reality and appearance). Realitas adalah apa yang nyata atau ada
eksistensinya, sedangkan kenampakan adalah yang nampaknya saja nyata
(Ali, 1987). Juga bagaimana hubungan ke dua hal tersebut dengan subjek/manusia.
Epistemologi dipandang identik dengan teori pengetahuan. Pada saat sekarang
teori pengetahuan tidak mungkin diabaikan. Epistemologi ilmu pendidikan
berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya ilmu pendidikan, bagaimana
prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar. Axiologi berkaitan
dengan apa manfaat ilmu pendidikan, bagaimana hubungan etika dengan ilmu, serta
bagaimana mengaplikasikan ilmu pendidikan dalam kehidupan. Ruang lingkup
telaahan filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas di dalamnya sebenarnya
menunjukan hal-hal yang dikaji dalam filsafat ilmu. Masalahmasalah dalam
filsafat ilmu pada dasarnya menunjukan topik-topik kajian yang dapat masuk ke
dalam salah satu lingkup filsafat ilmu pendidikan. Adapun masalah-masalah
tersebut adalah:
1.
masalah-masalah
metafisis
2.
masalah-masalah
epistemologis
3.
masalah-masalah
metodologis
4.
masalah-masalah logis
5.
masalah-masalah etis
6.
masalah-masalah tentang
estetika
Metafisika merupakan
telaahan atau teori tentang yang ada, istilah metafisika ini terkadang
dipadankan dengan ontologi, karena sebenarnya metafisika juga mencakup telaahan
lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti adanya Tuhan. Epistemologi
merupakan teori pengetahuan dalam arti umum baik itu kajian mengenai
pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, maupun pengetahuan filosofis, metodologi
ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik
dilihat dari struktur logikanya, maupun dalam hal validitas metodenya. Masalah
logis berkaitan dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama
berkenaan dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek
moral dari suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga
perlu memperhatikan kemanfaatannya dan kaidahkaidah moral masyarakat. Sementara
itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau nilai-nilai
keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek aplikasinya
dalam kehidupan masyarakat.
Kesimpulan
1.
Berfilsafat berarti selalu berusaha untuk
berfikir guna mencapai kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan
sembarang berfikir namun berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya.
2.
Pada awalnya dahulu
ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung
pada sistem filsafat yang dianut. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu
bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
3.
Sejalan dengan
perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari induknya yaitu
filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/ pemisahan hingga
spesifikasinya semakin terperinci.
4.
Persesuaian antara ilmu
dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan metode berpikir reflektif dalam
upaya memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan. Oleh karena itu filsafat maupun
ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat komitmen pada kebenaran,
disamping perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.
5.
Filsafat ilmu
(philosophy of science) adalah pemikiran reflektif terhadap persoalanpersoalan
mengenai sifat dasar landasanlandasan ilmu yang mencakup konsepkonsep pangkal,
anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan, struktur-struktur teoritis, dan
ukuran-ukuran kebenaran ilmu.
6.
Eksistensi ilmu tidak
dipandang sebagai sesuatu yang sudah final, namun perlu dikritisi, dikaji,
bukan untuk melemahkannya tapi untuk memposisikan secara tepat dalam batas
wilayahnya.
7.
Filsafat ilmu bisa
menjadi pengetahuan bagi kalangan awam untuk memahami hakikat berbagai ilmu.
8.
Dalam upaya kita
meningkatkan pendidikan keilmuan dirasakan perlunya mengembangkan paradigma
baru dalam berbagai hal dengan mengembangkan paradigma epistemologi pemecahan
masalah di samping penemuan pengetahuan ilmiah. Demikian juga perlu dipikirkan
pengembangan paradigma lain yang berkaitan dengan peningkatan kegiatan
pendidikan dan keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Widyawati, Setya. 2013. FILSAFAT ILMU
SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN. Surakarta
Bagus,
Lorens. 1996. Kamus Filsafat.
Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Depdikbud,1989. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamdani
Ali. 1987. Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: Kota Kembang.
Harry
Hamersma. 1981. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat.
Yogyakarta: Kanisius.
Imam
Barnadib. 1976. Filsafat Pendidikan.
Yogyakarta: ANDI.
Jujun S Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Langganan:
Postingan (Atom)